'Indonesia jangan ngarep punya pemimpin sekelas Erdogan'
"Pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya"
Menurut saya wajar jika rakyat Turki bisa memperoleh pemimpin sekelas Erdogan karena pada dasarnya bangsa Turki memiliki karakter yang kuat, berani, tidak mau kalah dari bangsa asing serta pandai menjaga wibawa. Lagian mereka mendapatkan pemimpin Erdogan setelah penantian yang cukup lama, sekitar 80-90 tahun sejak runtuhnya Kekhalifahan Ottoman.
Bandingkan dengan masyarakat kita, yang secara umum masih banyak yang pragmatis. Disuruh milih pemimpin ogah-ogahan, lebih memilih pemimpin karena ada uang sogokan.
Bayangin aja, ada sebuah partai yang investasi sosialnya cukup cukup besar; saat bencana alam tiba terdepan beraksi baik pakai bendera partai langsung maupun melalui lembaga nirlaba tempat kadernya beramal. Hampir setiap pekan ada saja ranting yang mengadakan bazar dan pelayanan kesehatan. Musim banjir semua turun buat bagikan nasi bungkus. Musim penyakit demam berdarah (DBD) kantornya ga sepi dari permohonan fogging, dan musim mudik kayak kemaren posko mudiknya ada di setiap titik, udah kayak perusahaan saja. Di saat bersamaan parpol lain sepi karena bukan musim pemilu.
Tapi giliran pemilu semua itu bubar dikalahkan uang 50 ribu perak. Malah banyak yang seneng kalau partai ini kalah, katanya biar terus mau melayani. Tereak anti korupsi, tapi menerima sogokan 50 rebu saat pemilu. Tereak anti korupsi tapi milih partai terkorup. Giliran ada gosip media semua ikut menyoraki dan sumpah serapah, padahal substansi perkaranya masih belum jelas. Nengok kiri dibilang wahabi, nengok kanan dibilang ahli bid'ah, Ga nengok dibilang penyembah berhala demokrasi. Pahit emang.
Itu di atas cuma contoh kecil saja, intinya sih pemimpin kita ya cerminan kita. Pemimpin di mana saja sektornya adalah perwajahan kita.
Kita sering protes punya pemimpin "klamar klemer" tapi kita sendiri juga klamar klemer, ga tegas nolak sogokan saat pemilu.
Kita protes punya pemimpin "cengengesan" tapi kita sendiri juga cengengesan, ga serius dalam berpartisipasi mengubah keadaan dan ikut terlibat berkontribusi menyadarkan masyarakat, tapi lebih serius dengan kesenangan pribadi.
Kita protes ketika punya pemimpin "planga plongo" tapi kita sendiri juga planga-plongo, tidak peduli orang lain, apatis, individualis lebih mentingin diri sendiri.
So kalau mau pemimpin yang berkarakter, peduli dan berani ya kita harus mengubah karakter masyarakat kita dan itu bisa dimulai dari diri sendiri dan keluarga.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya di antara hikmah Allah Ta’ala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun, jika rakyat berbuat zholim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zholim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan."
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’du [13] : 11)
Jadi jangan ngarep punya pemimpin sekelas Erdogan
kalau kita tidak bisa mengubah karakter rakyat kita sekelas rakyat Turki.
(Rahmat El 'azzam)
sumber foto: liputan6.com
0 comments:
Post a Comment