Demi Allah! Pelecehan Tak Akan Mengurangi Kemuliaan Nabi
Membaca status banyak teman di Facebook perihal penyerangan sekelompok orang ke kantor majalah satire Charlie Hebdo, serta sikap media Prancis yang mencetak ulang 3 juta kartun Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wassallam mengingatkan saya pada kisah salah seorang sahabat yang hendak meng-qishas Nabi Muhammad yang diceritakan oleh guru kami Syeikh Dr. Al-Jaabiriy.
Syeikh Dr. Al-Jaabiriy adalah dosen mata kuliah Tarbiyah Islamiyah kurang lebih 2 setengah tahun yang lalu, tidak lama setelah kasus karikatur Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam dirilis oleh redaksi majalah Charlie Hebdo yang berpusat di Prancis.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam merapatkan shaf para sahabat di Perang Badar, secara tidak sengaja cambuk yang ada di tangan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengenai perut sahabat Sawad bin Ghoziyyah rodhiallahu ‘anhu, sebab waktu itu beliau sedikit lebih maju dari yang lain.
“Luruskan (shaf) wahai Sawad..!” demikian perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
“Engkau telah menyakitiku ya Rasulullah..” jawab Sawad.
“Allah telah mengutus engkau dengan haq, maka perkenankanlah aku untuk meng-qishahmu..!” demikian pinta Sawad kepada Rasulullah untuk mencambuk tubuh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Tanpa berfikir panjang, Rasulullah pun mempersilakan sahabatnya itu untuk membalas cambukan tersebut.
“Tatkala cambukmu mengenai perutku, tak ada sehelai kainpun yang menghalanginya,” ujar Sawad kembali.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam langsung menyingkap bagian perut beliau untuk dicambuk. Namun apa yang terjadi?
Ternyata Sawad bin Ghoziyyah melepaskan cambuk dari genggamannya dan memeluk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mencium perut beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Saat cerita itu sampai di sini, seketika, mimik wajah guru kamipun berubah. Suaranya yang serak-serak basah semakin lirih dan membuat kami, para mahasiswanya terbawa arus kisah, seakan-akan kami sedang menyaksikan dengan mata kepala sendiri tubuh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ingin diqishas.
Ceritapun berlanjut.
“Apa gerangan yang membuat engkau melakukan ini wahai Sawad?,” tanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam heran.
“Wahai Rasulullah bukankah sekarang kita dalam peperangan, dan tidak ada jaminan bagiku dari kematian, maka aku ingin mengakhiri hidup ini dengan menempelkan kulitku dengan kulitmu.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallampun mendoakan sahabat ini dengan kebaikan. Dan ternyata doa Nabi dikabulkan oleh Allah, Sawad bin Ghoziyyah akhirnya memperoleh gelar syahid pada pertempuran itu.
Tak terasa, butir-butir air mata meleleh ke pipi guru kami, Syeikh Dr. Al-Jaabiriy, sambil menerangkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebaik-baik Nabi dan Rasul, pemimpin yang paling adil. Lantas apa urusan mereka, orang-orang kafir yang membuat karikatur Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?
Keadaan kelaspun hening, larut berkabut kerinduan yang membuncah kepada Rasul pilihan, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Tak sedikit dari mahasiswa yang ikut melelehkan air mata. Berbayang betapa kejinya orang-orang kafir yang menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, manusia terbaik yang pernah ada di muka bumi. Akhlaknya adalah cerminan Al-Qur’an kalamullah, Rabb yang Kasih-Nya menyelimuti seluruh alam beserta isi, tak terkecuali kepada orang-orang kafir.
Ya, meski pelecehan orang-orang kafir terus dilakukan, setitikpun tidak akan pernah mengurangi kemuliaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, demi Allah! Tidak akan pernah!
Karena sejarah telah menoreh dengan tinta permata akan keagungan dan kemulian akhlak baginda Rasul Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
“Allahumma sholli wa sallim wa barik ‘ala rosulin karim, Muhammad ibn ‘Abdillah -shallallahu ‘alaihi wasalam wa ‘ala ahli baitihi wa shohbihi ajma’in.”
Hedi Kurniadi, Mahasiswa Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah. Tulisan dari Komunitas Kota Nabi
(hidayatullah/muslimahzone.com)
0 comments:
Post a Comment